Cerita Kehidupan Seorang BANSER



SER BANSER nasibmu.
Sebagai Nahdliyyin saya sering bersentuhan dengan Banser. Pengajian rutin, akbar, karnaval, penanggulangan bencan, mantu sampai parkirpun mereka terlibat. Dus saya sebagai warga negara merasa kapiran kalau tidak ada Banser.
Saya sering iseng menggoda mereka dengan meminta rokok. " mas minta rokoknya mas ." Kataku. Mas Banser inipun meraba-raba kantongnya di baju tebal seragamnya. Satu menit kira-kira dia baru berhasil mengeluarkan bungkusan rokok. Ketika disodorkan padaku ternyata tinggal dua batang yang sudah bengkong hampir putus karena tertekan-tekan dalam kantong sempitnya. Itupun JISAMSU yang dapat dihisap sampai batas maksimal karena tidak berfilter.
Aduh.. gagah-gagah demikian rokoknya eceran. Betul juga guyonan KH. Hasyim Muzadi. Mereka hanya mampu membeli rokok eceran. Dalam acara-acara pengajian dan lainnya merekapun diberi konsomsi paling ahir. Yah kalau snak dan makanan besar sudah cukup untuk tamu2 dan jamaah tentunya. Kalau tidak ya makan seadanya.
Pernah ketika saya ndereake pak Kyai di kabupaten Semarang. Dijemput delapan Banser yang menaiki empat motor. Ada yang Gendut, gagah tapi motornya bebek kuno yamaha. Untuk melancarkan perjalanan kyaiku empat pembonceng membawa peluit satu-satu. Mereka meniup bergantian untuk menyibak kemacetan jalan. Yah jangankan sirine,, sumpritan saja kayaknya sudah berkarat.
Bayangkan,, malam mengawal dan mengamankan acara, pagi mereka harus bekerja mencari nafkah. Ada tukang panggul, buruh tani, buruh pabrik, guru, tukang batu atau kuli batu. Demi khidmah pada guru dan kyai mereka rela berpayah-payahan. Mungkin dirumahnya hanya tersedia beberapa liter beras saja. Tapi juga ada dosen, pedagang, dan bahkan doktor yang golongan ini sebagai pendonor cigaret atau jajan mereka.
Selama ini kemanapun saya blusukan di Jateng selalu menjumpai Banser. Setiap keramaian di pantura maupun jawa bag selatan. Dalam penanggulangan bencana. Masyaalloh tanpa upah tanpa bayaran mereka berkhidmah pada masyarakat dilapisan apapun.
Hah... kalau sejarah perjuangan membela negara janganlah bertanya lagi. Cikal bakalnya selalu aktif melawan penjajah. Apalagi masa revolusi 65. Betapa besar jasanya meskipun setelah lahir orde baru mereka digencet segencet-gencetnya, namun tak melawan tak mengeluh, tetap berkhidmah pada masyarakat.
Kini ketika NKRI terancam, merekapun tak mau bertumpang dagu pura2 dungu. Nahi munkar dengan mencegah provokator kerukunan umat yg berkoar-koar di masjid. Mereka tidak tega ulamaknya diperolok2 dan dijelek-jelekkan sebagai ahli bidah. Mereka tidak rela Pancasila sebagai kesepakatan ummat dilecehkan. Bukan hanya rokok dua gelintir taruhannya, tapi juga nyawa mereka.
Nah… meskipun ada beberapa tokoh di Jakarta yang tidak simpati pada langkah yang diambil kawan-kawan BANSER dan bahkan sinis dan menyebarkannya seantero dunia lewat dunia maya namun bersabarlah kawan-kawan semua bahwa ganjaran Gusti Alloh Ta'ala atas keiikhlasamu menjaga NKRI sebagai rumah pengamalan Islam Aswaja NU jauuuuhhhh lebih berharga dan banyak dibanding dengan tepuk tangan riuh dan pujian para politisi di pusat. Tetaplah terukur dan terarah, ikuti komando pimpinanmu dan nasehat para ulama kyai. Lillahi Ta'ala… Lillahi Ta'ala…Lillahi Ta'ala.
Semoga amalmu diterima oleh Gusti Alloh,,, dan rizqimu lancar sehingga dapat memondokkan atau menyekolahkan anakmu sampai jadi profesor, dan yang jelas semoga rokokmu tidak dibeli dengan harga eceran.

sumbernya dari sini
Previous
Next Post »